A. MAKNA PERKAWINAN
Pengertian Secara Bahasa
Az-zawaaj adalah kata dalam bahasa arab yang menunjukan arti: bersatunya
dua perkara, atau bersatunya ruh dan badan untuk kebangkitan.
Sebagaimana firman Allah 'azza wa jalla (yang artinya):
"Dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh)
(Q.S At-Takwir : 7)
dan firman-Nya tentang nikmat bagi kaum mukminin di surga, yang artinya mereka disatukan dengan bidadari :
"Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik lagi bermata jeli
(Q.SAth-Thuur : 20)
Karena perkawinan menunjukkan makna bergandengan, maka disebut juga
"Al�-Aqd, yakni bergandengan (bersatu)nya antara laki-laki dengan
perempuan, yang selanjutnya diistilahkan dengan "zawaaja�.
Pengertian Secara Syar'i
Adapun secara syar�i perkawinan itu ialah ikatan yang menjadikan
halalnya bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan, dan tidak
berlaku, dengan adanya ikatan tersebut, larangan-larangan syari'at.
Lafadz yang semakna dengan "AzZuwaaj" adalah "An-Nikaah; sebab nikah itu
artinya saling bersatu dan saling masuk. Ada perbedaan pendapat di
antara para ulama tentang maksud dari lafadz "An-Nikaah" yang
sebenarnya. Apakah berarti "perkawinan" atau "jima'".
Selanjutnya, ikatan pernikahan merupakan ikatan yang paling utama karena
berkaitan dengan dzat manusia dan mengikat antara dua jiwa dengan
ikatan cinta dan kasih sayang, dan karena ikatan tersebut merupakan
sebab adanya keturunan dan terpeliharanya kemaluan dari perbuatan keji.
B. HUKUM PERKAWINAN
An-Nikaah hukumnya dianjurkan, karena nikah itu termasuk sunnah Nabi
Shalallahu�alaihi Wassallam sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Muslim bahwasanya telah berkata Anas bin Malik Radhiyallahu �anhu:
Telah datang tiga orang ke rumah istri-istri nabi Shalallahu�alaihi
Wassallam. Mereka bertanya tentang ibadahnya, maka tatkala telah
diberitahu maka seakan-akan merasa amalnya sangat sedikit, lalu mereka
berkata: "Dimana kita dibanding Rasulullah Shalallahu�alaihi Wassallam,
sungguh Allah mengampuni dosa beliau yang telah lalu dan yang akan
datang". Maka berkata seseorang di antara mereka, "Adapun saya, maka
saya akan shalat malam selamanya", dan berkata seorang lagi, "Aku akan
berpuasa sepanjang masa,� dan yang lainnya,"Aku akan meninggalkan
wanita, tidak akan menikah�. Lalu datang Nabi Shalallahu�alaihi
Wassallam, kemudian beliau Shalallahu�alaihi Wassallam berkata:
'Kaliankah yang telah berkata begini dan begitu ? Demi Allah, sungguh
aku adalah orang yang paling takut dan paling taqwa dari kalian, akan
tetapi aku shalat dan aku tidur, aku puasa dan aku berbuka, dan aku
menikahi wanita. Maka barang siapa yang membenci pada sunnahku, maka dia
tidak termasuk golnganku�.
Makna dari 'barang siapa yang membenci sunnahku" adalah berpaling dari
jalanku dan menyelisihi apa yang aku kerjakan, sedang makna bukan dari
golonganku" yakni bukan dari golongan yang lurus dan yang mudah, sebab
dia memaksakan dirinya dengan apa yang tidak diperintahkan dan membebani
dirinya dengan sesuatu yang berat. Jadi, maksudnya adalah barang siapa
yang menyelisihi petunjuk dan jalannya Rasulullah Shalallahu�alaihi
Wassallam, dan berpendapat apa yang dia kerjakan dari ibadah itu lebih
baik dari apa yang dikerjakan oleh Rasulullah . Sehingga makna dari
ucapan bukan dari golonganku" adalah bukan termasuk orang Islam, karena
keyakinannya tersebut menyebabkan kekufuran.
Hukum nikah ini sunnah untuk orang yang bisa menanahan biologis dan
tidak khawatir terjerumus ke dalam zina jika dia tidak menikah, dan dia
telah mampu untuk memenuhi nafkah dan tanggung keluarga.
Adapun orang yang takut akan dirinya terjerumus ke dalam zina, jika dia
tidak nikah, atau orang yang tidak mampu meninggalkan zina kecuali
dengan nikah, maka nikah itu wajib atasnya. Dan untuk masalah nikah
secara panjang lebar dalam kitab-kitab Fiqh.
C. TUJUAN PERNIKAHAN
Sesungguhnya perintah itu ikatan yang mulia dan penuh barakah. Allah
Subhanahu Wa Ta�ala mensyari'atkan untuk kemaslahatan hamba-Nya dan
kemanfaatan bagi manusia, agar tercapai maksud-maksud yang baik dan
tujuan-tujuan yang mulia. Dan yang terpenting dari tujuan pernikahan ada
dua, yaitu:
1. Mendapatkan keturunan atau anak
2. Menjaga diri dari yang haram
Maksud Pertama "Mendapatkan Keturunan atau Anak"
Dianjurkan dalam pernikahan tujuan pertamanya adalah untuk mendapatkan
keturunan yang shaleh, yang menyembah pada Allah dan mendo'akan pada
orangtuanya sepeninggalnya, dan menyebut-sebut kebaikannya di kalangan
manusia serta menjaga nama baiknya. Sungguh ada dalam hadits dari Anas
bin Malik Radhiyallahu �anhu
berkata : Adalah Nabi salallahu 'alaihi wa sallam menyuruh kami menikah
dan melarang membujang dengan larangan yang keras dan belia bersabda :
�Nikahkah oleh kalian perempuan-perempuan yang pecinta dan peranak, maka
sungguh aku berbangga dengan banyaknya kalian dari para Nabi di hari
kiamat.�
Al Walud (banyak anak), Al Wadud (pecinta), di mana dia mempunyai
unsur-unsur kebaikan dan baik perangainya dan mencintai suaminya,
Al-Makaatsarat ialah bangga dengan banyaknya umat shallallahu alaihi wa
alaihi wa sallam di hari kiamat, maka Nabi,
Berbangga dengan banyaknya umatnya dari semua para Nabi. Karena siapa
yang umatnya lebih banyak maka pahalanya lebih banyak dan bagi beliau
mendapat seperti pahala orang yang mengikutinya sampai hari kiamat.
Inilah tujuan yang besar dari pernikahan. Berfirman Allah Sub,hanahu wa
Ta�ala (yang artinya) :
�Dan Dia (Allah) telah menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu, anak-anak dan cucu-cucu�.
(Q.S An-Nahl-72)
Al-Hafadah (jama' dari hafid artinya cucu; yang dimaksud dalam ayat ini adalah anaknya anak dan anak-anak keturunan mereka.
Maka manusia dengan fitrah yang Allah berikan padanya dijadikan
rnencintai anak-anak karena Allah menghiasi manusia dengan cinta pada
anak-anak. Allah Subhanahu Wa Ta�ala berfirman (yang artinya) :
"Dijadikan indah pada (pandangan ) manusia, kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu ; wanita-wanita, anak-anak,��(Q.S Ali-Imran -14)
Manusia memiliki naluri cinta pada anak-anak, karenanya Allah Subhanahu
waTa�ala jadikan anak-anak sebagai perhiasan kehidupan dunia. Berfirman
Allah (yang artinya):
�Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.�
Namun karena terlalu cintanya pada anak-anaknya, kadang-kadang bisa
menjerumuskan ke dalam fitnah, sehingga dia bermaksiat pada Allah dengan
sebab anak-anaknya. Allah berfirman (yang artinya):
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.
(Q.S At-Taghabun : 15)
Dan bila telah keterlaluan fitnah anak pada manusia, maka bisa mendorong
pada perbuatan haram, seperti usaha yang haram untuk menafkahi mereka,
atau meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan jihad di jalan Allah,
karena takut kalau meninggalkan anak. Maka anak dalam hal ini sama
kedudukannya dengan musuh, sehingga wajib berhati-hati dari keterikatan
pada mereka. Dan ini adalah makna dari firman Allah Ta'ala (yang
artinya) :
�Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isteri dan
anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta
mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.�
(Q.S At-Taghabun:14)
Telah ada dalam sebab Nuzul ayat ini apa yang diriwayatkan Imam Tirmidzi
dan Hakim dan lainnya dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu �anhuma
berkata :
�Telah turun ayat ini (At-Taghabun-14) tentang suatu kaum dari ahli
Makkah, mereka telah masuk Islam, lalu istri-istri mereka dan anak-anak
mereka menolak ajakan mereka.
Maka ketika mereka datang pada Rasulullah Shalallahu�alaihi Wassallam di
Madinah, mereka melihat orang-orang yang mendahului mereka dengan
hijrah. Sungguh mereka telah pandai-pandai dalam urusan agama, maka
mereka ingin menghukum istri-istri dan anak-anak mereka, lalu Allah
turunkan pada mereka ayat :
"Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Penyayang�
(Q.S At-Taghabun : 14)
Maksud Kedua : "Menjaga Diri dari yang Haram"
Tidak diragukan lagi bahwa yang terpenting dari tujuan nikah ialah
memelihara dari perbuatan zina dan semua perbuatan-perbuatan keji, serta
tidak semata-mata memenuhi syahwat saja. Memang bahwa memenuhi syahwat
itu merupakan sebab untuk bisa menjaga diri, akan tetapi tidaklah akan
terwujud iffah (penjagaan) itu kecuali dengan tujuan dan niat. Maka
tidak benar memisahkan dua perkara yang satu dengan lainnya, karena
manusia bila mengarahkan semua keinginannya untuk memenuhi syahwatnya
dengan menyandarkan pada pemuasan nafsu atau jima' yang berulang-ulang
dan tidak ada niat memelihara diri dari zina, maka dimanakah
perbedaannya antara manusia dengan binatang ?
Oleh karena itu, maka harus ada bagi laki-laki dan perempuan tujuan
mulia dari perbuatan bersenang-senang yang mereka lakukan itu, yaitu
tujuannya memenuhi syahwat dengan cara yang halal agar hajat mereka
terpenuhi, dapat memelihara diri, dan berpaling dari yang haram. Inilah
yang ditunjukkan oleh Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam . Sungguh
diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Abdullah bin Mas'ud
Radhiyallahu �anhu berkata : telah berkata Rasulullah .:
�Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang mampu maka
nikahlah, karena sesungguhnya itu dapat menundukan pandangan dan
memelihara kemaluan, maka barang siapa yang tidak mampu hendaknya dia
berpuasa, karena sesungguhnya itu benteng
baginya.�
Al- Wijaa', adalah satu jenis pengebirian, yaitu dengan mengosongkan
saluran mani yang menghubungkan antara testis_dan dzakar. Dan makna
hadits ini adalah : Barang siapa yang mampu di antara kamu wahai pemuda
untuk berjima' dan telah mampu untuk memikul beban-beban pernikahan dan
amanahnya, maka nikahlah. Karena nikah itu akan menundukkan pandangan
dan memelihara kemaluan. Jika tidak mampu hendaknya dia berpuasa, karena
puasa itu akan menghancurkan kekuatan gejolak syahwat, bagai
pengebirian pada binatang buas untuk menghilangkan syahwatnya.
Maka jelaslah dari hadits ini bahwa Nabi salallahu 'alaihi wasallam
memberikan pada pernikahan itu dua perkara yang membantu pada kedua
mempelai, yaitu pertama menundukan pandangan dari pandangan-pandangan
yang diharamkan Allah Ta'ala dari para wanita, kedua memelihara kemaluan
dari "zina" dan semua perbuatan-perbuatan keji. Sehubungan dengan makna
ini telah ada hadits yang mulia yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari
Jabir bin Abdullah Radhiyallahu �anhuma berkata :"Aku mendengar
Rasulullah bersabda :
"Apabila seseorang diantara kamu terkagum-kagum pada wanita lalu
terkesan atau terjatuh dalam hati; maka hendaklah segera menemui
isterinya lalu penuhilah hasratnya dengan isterinya, karena sesungguhnya
itu akan menolak apa yang ada dihatinya atau jiwanya.�
Adapun orang-orang yang telah menikah dan semua keinginannya dari
pernikahan adalah syahwat dan jima' semata, maka mereka tidak bertambah
dengan jima' tersebut kecuali tambah syahwat, dan dia tidak cukup dengan
isterinya yang halal. Bahkan dia akan berpaling pada yang haram.
No comments:
Post a Comment